26 Jul 2020

STRUKTUR ATOM, SISTEM PERIODIK DAN IKATAN KIMIA



STRUKTUR ATOM, SISTEM PERIODIK DAN IKATAN KIMIA

    1.    Teori Atom Bohr

Bohr menyatakan:

1)        Elektron-elektron beredar mengelilingi inti pada lintasan –lintasan tertentu. Masing-masing lintasan mempunyai tingkat energi yang berbeda.

2)        Jika lintasan energi semakin jauh, maka semakin tinggi energinya.

3)        Elektron-elektron dapat berpindah dari tingkat energi yang satu ke tingkat energi yang lain dengan cara menyerap atau melepaskan energi. Jika elektron berpindah dari lintasan energi yang tinggi ketingkat  energi yang rendah akan melepaskan energi. Sebaliknya jika elektron berpindah dari tingkat energi yang rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi, maka akan menyerap energi.

Bohr berpendapat bahwa elektron bersifat partikel.

 

1.              2.   Teori atom Mekanika Kuantum

Teori ini dikembangkan berdasarkan dualisme sifat elektron, yaitu sebagai pertikel dan gelombang. Model ini mempunyai kesamaan dengan model atom Niels Bohr dalam hal adanya tingkatan-tingkatan energy (kulit) di dalam atom. Namun demikian, bentuk dan susunannya lebih kompleks.

 

Menurut teori ini, posisi elektron dalam atom tidak dapat ditentukan secara pasti. Yang dapat ditentukan hanyalah daerah dengan kebolehjadian (kemungkinan) terbesar dimana elektron tersebut berada. Daerah inilah yang disebut dengan istilah orbital. Dalam teori ini, diterangkan bahwa kulit atom terdiri dari satu atau beberapa subkulit, selanjutnya subkulit terdiri dari satu atau beberapa orbital. 

            

        3.      Bilangan Kuantum dan Bentuk Orbital

Bilangan kuantum adalah bilangan yang digunakan untuk menentukan lokasi suatu elektron dalam atom, sehingga elektron tersebut dapat dibedakan dengan elektron-elektron yang lain. Bilangan kuantum terbagi beberapa jenis, yaitu:

 

1.         Bilangan Kuantum Utama (n)

Bilangan kuantum utama menyatakan kulit atom tempat elektron berada.

Kulit K à  n = 1

Kulit L  à  n = 2

Kulit M à  n = 3

Kulit N  à n = 4, dan seterusnya

 

2.         Bilangan Kuantum Azimut (l)

Bilangan kuantum azimut menyatakan subkulit yang ditempati elektron.

Sub kulit s à  l = 0

Sub kulit p à l = 1

Sub kulit d à l = 2

Sub kulit f  à l = 3, dan seterusnya

 

3.         Bilangan Kuantum Magnetik (m)

Bilangan kuantum magnetik menyatakan orbital khusus yang ditempati  elektron dalam suatu sub kulit.

4. .    Bilangan Kuantum Spin (s)

Bilangan kuantum spin menyatakan arah rotasi elektron dalam orbital. S dapat mempunyai nilai + ½ (  ) dan – ½ ( ) .

Bentuk orbital masing-masing orbital dapat dilihat pada gambar berikut:


1.           4.     Konnfigurasi Elektron

Secara sederhana konfigurasi elektron sudah pernah dibahas di kelas X, namun di kelas XI kembali kita bahas hal ini lebih mendalam. Adapun dalam menuliskan konfigurasi elektron berlaku aturan berikut:

 

a.      Aturan Aufbau

“Elektron-elektron suatu atom berusaha untuk menempati sub kulit yang berenergi rendah. Jika sub kulit yang berenergi lebih rendah sudah penuh, barulah elektron mengisi sub kulit yang energinya lebih tinggi”.

 


 

b.      Aturan Hund

“Elektron-elektron dalam orbital suatu sub kulit cenderung untuk tidak berpasangan, elektron baru berpasangan apabila pada sub kulit itu tidak ada lagi orbital yang kosong”


 

c.      Azas Larangan Pauli

“Tidak ada elektron yang mempunyai keempat bilangan kuantum yang sama”.

Contoh Soal :

Tuliskan konfigurasi elektron unsur berikut dan tentukan keempat bilangan kuantum elektron terakhirnya!

1.      17Cl

2.      11Na

3.      40Ca

4.      53I


Jawab :


 

d.      Hal-hal Penting Mengenai Konfigurasi Elektron

a.    Penulisan Urutan Sub Kulit

Contoh :

1.   Tuliskan konfigurasi elektron dari 28Ni!

Jawab :

28Ni : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d8

          (Sesuai aturan Aufbau)

28Ni : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d8 4s2

          (Mengumpulkan subkulit dalam suatu kulit)

 

2.   Tuliskan konfigurasi elektron dari 31Ga!

Jawab :

31Ga : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d10 4p1

           (Sesuai aturan Aufbau)

31Ga : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6  3d10 4s4p1

           (Mengumpulkan subkulit dalam suatu kulit)

 

b.      Menyederhanakan Penulisan Konfigurasi Elektron

Contoh :

1)   Tuliskan konfigurasi elektron 19K!

 

Jawab :

19K : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1

                    [Ar] 4s1  (Penulisan yang disederhanakan)

 

2)   Tuliskan konfigurasi elektron 26Fe!

Jawab :

26Fe :   1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d6

                       [Ar] 4s2 3d6  (Penulisan yang disederhanakan)

Atau : [Ar] 3d4s2

 

c.       Aturan Penuh dan Setengah penuh

Contoh :

1)   Tuliskan konfigurasi elektron 24Cr!

Jawab :

24Cr :    1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d4

                        [Ar] 4s2 3d4

                        [Ar] 3d4 4s2

                                [Ar] 3d5 4s1  (Setengah Penuh)

 

2)   Tuliskan konfigurasi elektron 29Cu!

Jawab :

29Cu : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d9

                        [Ar] 3d4s2

                        [Ar] 3d10  4s1   ( Penuh )

Ternyata, sub kulit d yang terisi penuh (d10) atau setengah penuh (d5) lebih stabil.

 

d.      Konfigurasi Elektron Ion

1)      Tuliskan konfigurasi elektron dari :

a.        8Cu2-

b.      24Cr3+

 Jawab :

a.       8Cu       : 1s2 2s2 2p4

8Cu2-     : 1s2 2s2 2p6   (menerima 2 elektron)

 

b.      24Cr      : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d4

   1s2 2s2 2p6 3s2 3p6  3d5 4s1               

24Cr3+   : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6  3d3  (melepas 3 elektron)


1.              5.    Meramal Bentuk Geometri Molekul

a.      Teori Domain Elektron

Teori domain elektron adalah suatu cara meramalkan geometri molekul berdasarkan tolak-menolak elektron-elektron pada kulit terluar atom pusat. Teori ini menggambarkan kedudukan pasangan elektron di sekitar molekul , baik pasangan elektron ikatan (PEI) maupun pasangan elektron bebas (PEB). Karena muatan elektron sama, maka terjadi tolak-menolak antarpasangan elektron sehingga menentukan bentuk molekul.

 

Domain elektron berarti daerah keberadaan elektron atom pusat. Jumlah domain elektron pada atom pusat ditentukan sebagai-berikut:

1.    Setiap elektron ikatan pada atom pusat ( ikatan tunggal, rangkap dan rangkap tiga) adalah satu domain.

2.      Setiap pasangan elektron bebas pada atom pusat adalah satu domain.

Gambar 4. Domain Elektron


Berikut beberapa contoh :


Prinsip-prinsip dari teori domain elektron adalah sebagai berikut:

1)    Antardomain elektron pada kulit luar atom pusat saling tolak-menolak, sehingga antara domain elektron akan mengatur diri sedemikian rupa sehingga tolak-menolak diantaranya menjadi minimum.

2)  Pasangan elektron bebas mempunyai gaya tolak yang sedikit lebih kuat daripada pasangan elektron ikatan.  Urutan kekuatan tolak-menolak diantara pasangan elektron adalah sebagai berikut:

-          Tolakan PEB-PEB > tolakan PEB-PEI

-          Tolakan PEB-PEI > tolakan PEI-PEI

Didalam pembentukan molekul dikenal istilah-istilah berikut:

a.         Pasangan Elektron (PE)

b.        Pasangan elektron ikatan (PEI)

c.         Pasangan elektron bebas (PEB)

Berikut beberapa bentuk molekul yang terjadi akibat banyaknya pasangan elektron ikatan (PEI) dan pasangan elektron bebas (PEB) :


Tabel 3. Bentuk Geometri Molekul

Meramalkan bentuk molekul dengan cara teori domain elektron (atau teori VSEPR : Valence Shell Electron Pair Repulsion) dapat dilakukan pada dua kondisi senyawa, yaitu:

1.      Senyawa Biner Berikatan Tunggal

Untuk senyawa jenis ini berlaku langkah-langkah berikut:

1)      Menentukan elektron valensi atom pusat

2)      Menentukan elektron valensi atom lain yang dipakai berikatan

3)   Menjumlahkan elektron valensi atom pusat dan elektron valensi atom lain yang dipakai berikatan

4)  Menentukan banyaknya pasangan elektron (PE) dengan cara hasil penjumlahan langkah 3) dibagi 2

5)      Menentukan banyaknya PEI

6)      Menentukan banyaknya PEB dengan cara :

PEB = PE - PEI

7)      Menentukan tipe molekul

8)      Menyesuaikan tipe molekul dengan bentuk geometri molekul pada tabel 2.

 

Contoh Soal:

Ramalkan bentuk molekul PCl5 !

                        Jawab:

1)      Elektron valensi atom pusat = 5

2)      Elektron atom lain yang dipakai untuk berikatan = 5

3)      Jumlah elektron = 5 + 5 = 10

4)      Jumlah pasangan elektron (PE) = 5+ 5/2= 5

5)      Jumlah pasangan elektron ikatan (PEI) = 5

6)      Jumlah pasangan elektron bebas (PEB)   = PE-PEI

                                                                 = 5-5

                                                                 = 0

7)      Tipe molekul : AX5

8)      Bentuk geometri molekul : Trigonal bipiramida


Gambar 5. Bentuk molekul : Trigonal Bipiramida


2.      Senyawa Biner Berikatan Rangkap atau Ikatan Kovalen Koordinat

Jika atom pusat berikatan rangkap atau koordinat, maka setiap ikatan akan menggunakan 2 elektron (sepasang elektron) valensi dari atom pusatnya. Umumnya jika atom pusat berpasangan dengan atom O (oksigen), maka besar kemungkinan ikatan tersebut berupa ikatan rangkap atau ikatan kovalen koordinat yang menggunakan sepasang elektron atom pusat untuk setiap ikatan dengan atom O. Sedangkan jika atom pusat berikatan dengan selain O, misalnya dengan unsur-unsur halogen maka akan cenderung berikatan kovalen tunggal yang hanya menggunakan satu buah elektron atom pusat.

Untuk menentukan bentuk molekul dari molekul yang berikatan rangkap ataupun koordinat, dapat ditempuh dengan langkah-langkah berikut:

1)      Tentukan elektron valensi atom pusat

2)      Tentukan elektron valensi atom pusat yang digunakan untuk berikatan

3)      Tentukan PEI

4)      Tentukan PEB dengan persamaan:


 

5)      Tentukan tipe molekul

6)      Menyesuaikan tipe molekul dengan bentuk geometri molekul pada tabel 2.


Contoh Soal:

Tentukan bentuk Molekul dari senyawa SO3!

JAWAB:

1)      Elektron valensi atom S = 6

2)      Elektron valensi atom pusat yang digunakan untuk berikatan dengan O = 3 x 2 = 6

3)      PEI = 3

4)      Tentukan PEB dengan persamaan:

5)      Tipe molekul  : AX3

6)      Bentuk geometri molekul :  Trigonal planar

            

Gambar 6. Bentuk Trigonal planar

 

b.      Teori Hibridisasi

Hibridisasi adalah proses penggabungan beberapa orbital suatu atom membentuk orbital baru yang tingkat energinya sama. Beberapa bentuk orbital hibrid adalah sebagai berikut:

Untuk memahami proses pembentukan orbital hibrida, perhatikan contoh berikut:

1)      Tentukan orbital hibrida dan bentuk molekul dari senyawa PCl5!

Jawab :


Karena orbital hibridanya adalah sp3d, maka setelah dicocokkan dengan tabel diketahui bahwa bentuk milekulnya adalah trigonal bipiramida.

 

 

1.      6.   Gaya Tarik Antarmolekul

Setelah mengetahui cara meramalkan bentuk molekul , sekarang tiba saatnya kita membahas             gaya tarik antarmolekul. Perlu diingatkan kembali bahwa gaya tarik antarmolekul berkaitan dengan         sifat-sifat fisik zat, seperti titik leleh dan titik didih. Semakin kuat gaya tarik antar molekul                     semakin sulit untuk memutuskannya, semakin tinggi titik leleh maupun titik didihnya.

 

a.       Gaya Tarik-Menarik Dipol Sesaat – Dipol Terimbas

(Gaya London/ Gaya Dispersi)

Gaya dispersi adalah gaya tarik-menarik antara molekul-molekul dalam zat yang nonpolar. Fritz London menjelaskan tentang gaya London sebagai berikut:

Elektron senantiasa bergerak dalam orbital. Perpindahan elektron dari suatu daerah ke daerah lain menyebabkan suatu molekul yang semula bersifat nonpolar menjadi polar sesaat, sehingga terbentuk polar sesaat. Dipol yang terbentuk dengan cara seperti itu disebut dipol sesaat.

Dipol sesaat pada suatu molekul dapat mengimbas molekul disekitarnya sehingga membentuk suatu dipol terimbas yang menghasilkan suatu gaya tarik menarik antarmolekul yang lemah.

Kemampuan suatu molekul untuk membentuk dipol sesaat disebut dengan istilah polarisabilitas. Polarisabilitas berkaitan dengan Mr dan bentuk molekul.

ü  Secara umum, semakin banyak jumlah elektron dalam molekul semakin mudah mengalami polarisasi. Karena jumlah elektron sangat berkaitan dengan Mr, maka semakin besar Mr akan semakin kuat gaya London. Misalnya: Radon (Ar = 222) mempunyai titik didih lebih tinggi dibandingkan helium (Ar = 4)

Molekul dengan bentuk memanjang lebih mudah mengalami polarisasi dibandingkan bentuk melingkar, kompak dan simetris. Misalnya: normal pentana (t.d. = 36,1oC)  memiliki titik leleh dan titik didih yang lebih tinggi dibandingkan neopentana (t.d. = 9,5oC)  


Gaya London adalah gaya yang relative lemah. Zat yang molekulnya bertarikan hanya berdasarkan gaya London akan mempunyai titik leleh dan titik didih yang rendah dibandingkan zat lain yang Mr nya kira-kira sama. Jika molekulnya kecil, zat-zat itu biasanya berbentuk gas pada suhu kamar. Contoh : H2, N2, CH4, gas-gas mulua, dan sebagainya.

b.       Gaya tarik dipol-dipol

Gaya tarik dipol-dipol adalah gaya tarik antarmolekul dalam zat yang polar. Molekul polar memiliki dua ujung yang berbeda muatan (dipol). Dalam zat polar, molekul-molekulnya cenderung menyusun diri. Ujung (pol) positif berdekatan dengan ujung negatif dari molekul di dekatnya. Susunan seperti ini menghasilkan suatu gaya tarik-menarik yang disebut gaya tarik dipol-dipol.


Dalam pembahasan gaya London sebelumnya, kita mengetahui bahwa gaya tersebut merupakan gaya pada molekul nonpolar. Sebenarnya, gaya London terdapat pada semua zat baik nonpolar maupun polar. Dalam zat nonpolar, gaya London adalah gaya antarmolekul satu-satunya. Sementara itu, gaya dipol-dipol yang terdapat pada zat polar menambah gaya London dalam zat itu. Oleh karena itu, dalam membandingkan zat-zat dengan Mr yang kira-kira sama, adanya gaya dipol-dipol dapat menghasilkan perbedaan sifat yang cukup nyata.

Contoh :

1.      Perbedaan titik leleh dan titik didih pada n-butana (nonpolar) dengan aseton (polar)

Senyawa

Jenis senyawa

Mr Senyawa

Titik Leleh (oC)

Titik didih

(oC)

n-butana

Non polar

58

-138,36

-0,5

Aseton

Polar

58

-94,8

56,2

Tabel 5. Titik Didih & Titik Leleh n-butana dan aseton

Zat yang polar dengan Mr kira-kira sama dengan zat yang nonpolar memiliki titik didih dan titik leleh yang lebih tinggi.

 

2.      Perbedaan titik didih pada HCl dan HI

Senyawa

Jenis senyawa

Mr Senyawa

Titik didih

(K)

HCl

Polar

36,5

188,1

HI

Polar

128

237,8

Tabel 6. Titik didih HCl dan HI

 

Pada tabel di atas HI (Mr = 128) memiliki titik didih yang lebih tinggi dari HCl (Mr = 36,5). Jika kepolaran kedua zat dibandingkan, maka momen dipol untuk HCl (1,08) jauh lebih besar dari momen dipol HI (0,38). Hal tersebut menunjukkan, bahwa pada kasus ini keberadaan gaya London sangat besar pengaruhnya. Kita jadi mengetahui bahwa lebih polarnya HCl tidak cukup untuk mengimbangi kecendrungan peningkatan gaya London akibat pertambahan massa molekul relatif dari HI.

 

 

c.       Gaya tarik dipol-dipol terimbas

Gaya ini terjadi antara molekul polar dengan molekul nonpolar. Contoh : antara HF dengan tetraklorometana (CCl4). 


Dalam hal ini, dipol dari molekul polar akan mengimbas molekul nonpolar di sekitarnya. Hasilnya adalah suatu gaya tarik elektrostatik antara dipol (zat polar) dan dipol sesaat (zat nonpolar).

 

1.              7.   Ikatan Hidrogen

Ikatan hidrogen adalah ikatan yang terbentuk antara hidrogen dengan atom  yang mempunyai                 keelektronegatifan besar dari molekul lain di sekitarnya, yaitu fluorin (F), oksigen (O) dan                     nitrogen (N). Contoh : 



Ikatan hidrogen memiliki titik didih yang menyolok tinggi dibandingkan dengan senyawa lain                 yang sejenis (misalnya HCl, HBr dan HI).

Gambar 10. Titik didih senyawa berikatan hidrogen

 

Pada gambar tersebut kita dapat melihat bahwa ada peningkatan titik didih dari HCl ke HI. Hal ini sesuai dengan harapan karena pertambahan Mr akan memperbesar gaya antarmolekul. Namun, HF menyimpang dari kecendrungan itu. Jika gaya antarmolekul dalam HF hanya gaya dipol-dipol dan gaya London sebagai mana terdapat pada ketiga senyawa tersebut, tentulah titik didihnya tidak akan berbeda jauh dari HCl. Hal ini menunjukkan bahwa ada hal lain yang berpengaruh selain kedua gaya tersebut, yaitu  ikatan hidrogen.  Hal yang demikian juga terjadi pada HF dan NH3, keduanya menunjukkan penyimpangan dari kecendrungan titik didih kelompoknya. Ikatan hidrogen jauh lebih kuat daripada gaya Van der Waals.

 

1.              8.    Gaya Van der Waals

      Gaya Van der Waals adalah gaya-gaya antarmolekul secara kolektif. Jadi, gaya London, gaya                  dipol-dipol dan gaya dipol-dipol terimbas, seluruhnya tergolong gaya Van der Waals. Namun,                 ada kebiasaan untuk membedakan dengan tujuan untuk memperjelas gaya antarmolekul dalam                 suatu zat sebagai berikut:

1.     Istilah gaya London digunakan jiga gaya antarmolekul itulah satu-satunya, yaitu untuk zat-zat nonpolar. Misalnya untuk gas mulia, hidrogen dan nitrogen.

2.      Istilah gaya Van der Waals digunakan untuk zat yang mempunyai dipol-dipol disamping gaya London. Misalnya HCl dan aseton

1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar