25 Jul 2020

KOLOID


KOLOID

1.    Pengertian Koloid

Istilah koloid dikemukakan oleh Thomas Graham (1805-1869). Pada tahun 1861, ia meneliti proses difusi berbagai zat dalam medium cair. Graham mengamati bahwa zat seperti kanji, gelatin, getah, dan albumin berdifusi sangat lambat dan tidak mampu menembus membran tertentu. Kelompok zat ini diberi nama koloid, yang berarti seperti lem (dalam bahasa Yunani kolla berarti lem dan oidos berarti seperti). Dalam hal ini, yang dikaitkan dengan lem adalah sifat difusinya, sebab sistem koloid mempunyai nilai difusi yang rendah, seperti lem.  

Sistem koloid adalah suatu campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Terkadang  koloid dapat mengendap jika didiamkan dalam waktu lama. Dalam pengertian lain koloid adalah campuran heterogen dua fase dari dua zat atau lebih dimana partikel-partikel berukuran koloid tersebar (terdispersi) merata dalam zat lain. Zat yang tersebar sebagai partikel koloid disebut fase terdispersi. Sedangkan zat yang merupakan fase kontinyu di mana partikel koloid terdispersi disebut medium pendispersi.

Koloid berbeda dengan larutan dan suspensi (campuran kasar). Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Larutan

Koloid

Suspensi

Contoh :

Campuran gula dalam air

Contoh :

Campuran susu dalam air

Contoh :

Campuran terigu dalam air

1.  Homogen

1.  Secara makroskopis homogen, tetapi heterogen jika diamati dengan mikroskop ultra

1.     Heterogen

2.  Ukuran partakel < 1 nm

2.  Ukuran partikel 1 -100 nm

2.     Ukuran > 100 nm

1.  Satu fase

3.  Dua fase

3.     Dua fase

2.  Stabil

4.  Umumnya stabil

4.     Tidak stabil

3.  Tidak dapat disaring

5.  Tidak dapat disaring kecuali dengan penyaring ultra

5.     Dapat disaring

Tabel 3. Perbedaan larutan, koloid dan suspensi

√ Contoh larutan : larutan gula, larutan garam, spiritus, alkohol 70%,

                                      larutan cuka, udara yang bersih, dan sebagainya.

 

√ Contoh koloid   : sabun, susu, santan, jeli, selai, mentega dan 

  mayonnaise

 

√ Contoh suspensi            : air sungai yang keruh, campuran air dengan pasir,

  campuran kopi dengan air dam campuran minyak

  dengan air.

 

1.   Jenis-Jenis Koloid

Sistem koloid terdiri atas dua fase, yaitu:

a.         Fase terdispersi/ diskontinu (zat yang fasenya tetap pada sistem koloid)

b.         Fase pendispersi/ kontinu (zat yang fasenya berubah pada sistem koloid)

Penggolongan sistem koloid adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Jenis Koloid

 

1.    Sifat-Sifat Koloid

a.    Berdasarkan sifat Optik

Berdasarkan sifat optik pada koloid terdapat beberapa sifat-sifat lagi yaitu :

1.         Efek Tyndall

Efek Tyndall merupakan gejala penghamburan cahaya yang dijatuhkan oleh seberkas cahaya yang dijatuhkan pada sistem koloid. Sifat penghamburan cahaya oleh sistem koloid ditemukan oleh John Tyndall. (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu, sifat ini disebut efek Tyndall. Efek Tyndall merupakan salah satu cara sederhana yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu dispersi merupakan koloid atau bukan. 

Sebagai contoh, air susu dan larutan gula yang di sorot dengan lampu senter. Sinar yang melewati air susu akan dihamburkan oleh partikel-partikel susu, kemudian diabsorpsi (gambar b) . Dengan demikian, sinar tersebut tidak diteruskan. Sementara itu, sinar yang melewati larutan gula akan diteruskan tanpa dihamburkan (gambar a).

 


 

Gambar 6. Efek Tyndall (a) larutan sejati meneruskan cahaya, berkas cahaya tidak kelihatan; (b) sistem koloid menghamburkan cahaya, berkas cahaya kelihatan

 

Dalam kehidupan sehari-hari, efek Tyndall dapat dilihat pada peristiwa berikut.

§   Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut.

§   Warna langit yang biru pada siang hari, kemerahan pada pagi dan sore hari.

§   Berkas sinar matahari melalui celah daun suatu pohon pada pagi hari yang    berkabut.

 

1.         Gerak Brown

Sifat fisika lain dari koloid adalah gerak partikel-partikelnya. Apabila suatu mikroskop berkekuatan tinggi (mikroskop ultra) difokuskan tegak lurus melalui berkas Tyndall, akan terlihat partikel-partikel koloid yang bergerak secara terus-menerus dan membentuk garis zig-zag. Gerakan partikel tersebut dinamakan dengan gerak Brown. Brown adalah nama seorang ahli botani dari Inggris, Robert Brown (1827). Robert Brown mengamti gerak acak dari serbuk sari bunga dengan mikroskop ultra.

 

Gerak Brown dapat diamati melalui mikroskop dengan cara diarahkan pada suatu koloid dengan arah arah tegak lurus maka akan terlihat bintik-bintik berkilauan. Dengan mengikuti bintik-bintik tersebut dapat dilihat bahwa partikel koloid bergerak terus secara acak menurut jalan yang tak terarah. Selama lebih dari 80 tahun tidak ada ilmuwan yang dapat menerangkan gerak tersebut. Baru pada tahun1905, Albert Einstein mengadakan analisis secara matematis terhadap gerak Brown. Gerak tersebut menunjukkan bahwa partikel mikroskopis yang melayang dalam suatu medium melakukan suatu gerak acak akibat adanya tumbukan molekul-molekul pada sisi partikel yang tidak sama. Ramalan Einstein diuji secara laboratorium oleh Jean Perrin dan terbukti kebenarannya.


Temperatur sangat mempengaruhi gerak Brown. Makin tinggi suhu koloid, makin cepat gerak Brown yang terjadi. Pada suhu yang tinggi, energi kinetik molekul medium pendispersi meningkat sehingga tumbukan yang dihasilkan makin kuat. Gerak Brown merupakan salah satu faktor yang menstablkan koloid. Karena bergerak terus-menerus maka partikel koloid dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga tidak mengendap.

 

Gambar 7. Gerakan Brown oleh partikel sistem koloid

a.         Berdasarkan sifat listrik

Berdasarkan sifat listrik pada koloid terdapat beberapa sifat lagi yaitu :

1.    Elektroforesis

Pembentukan muatan pada partikel koloid menghasilkan muatan yang sejenis pada tiap partikel. Adanya muatan sejenis tersebut mengakibatkan terjadinya gaya tolak-menolak antar-partikel koloid. Dengan demikian, partkel koloid tidak dapat bergabung sehingga terjadi kestabilan sistem koloid.

 

Partikel koloid akan mengalami pergerakan akibat pengaruh medan listrik yang disebut elektroforesis. Partikel koloid yang bermuatan negatif akan bergerak ke anode (elektrode positif), contohnya As2S3, logam seperti emas (Au), raksa (Hg), dan tanah liat. Adapun partikel koloid yang bermuatan positif bergerak ke katode (elektrode negatif), contohnya Fe(OH)3, Al(OH))3, dan hemoglobin. Oleh karena itu, elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid.

 

Gambar 8. Elektroforesis suatu sol positif

 

Mula-mula tabung U diisi dengan air dan dispersi koloid dimasukkan lewat tabung tengah. Jika arus listrik searah dialirkan ke dalam sistem dispersi melalui kedua elektrode (negatif dan positif), dispersi koloid akan bergerak. Partikel koloid yang bermuatan positif akan bergerak menuju elektrode negatif dan koloid yang bermuatan negatif akan bergerak menuju elektroda  positif, sehingga koloid menjadi netral dan partikel koloid ini akan mengalami koagulasi.

 

Prinsip elektroforesis digunakan untuk membersihkan asap buangan suatu industri dengan alat Cottrell. Asap buangan industri dilewatkan pada dua pelat elektrode listrik dengan tegangan tinggi. Partikel-partikel koloid akan bergerak menuju elektrode dan dinetralkan, kemudian mengendap. Dengan demikian, asap buangan industri tidak mengandung partikel polutan.

 

                                       Gambar 9. Alat Cottrell

Aliran listrik juga dapat menarik koloid yang berupa partikel karbon dan debu pada asap yang dihasilkan dari proses pembakaran di tungku-tungku pembakaran. Pada alat ini partikel positif dan partikel negatif dari asap akan mengendap pada lempengan-lempengan yang bermuatan listrik, sehingga udara yang di luar akan bebas dari partikel karbon.

 

Selain itu, prinsip elektroforesis juga digunakan dalam mengidentifikasi DNA dalam rangka mengidentifikasi korban atau pelaku kejahatan.

 

1.      Adsorpsi

Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu molekul atau ion pada permukaan suatu zat. Partikel koloid mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi ion atau muatan listrik dari fase pendispersinya sehingga menjadi bermuatan listrik. Berdasarkan muatan listriknya, koloid dikelompokkan menjadi dua, yaitu koloid bermuatan positif dan koloid bermuatan negatif. Misalnya, sol Fe(OH)3 dalam air mengadsorpsi ion positif  sehingga bermuatan positif, sedangkan sol As2S3 mengadsorpsi ion negatif sehingga bermuatan negatif.

 

Gambar 10. Adsorpsi ion oleh partikel koloid

Sifat adsorpsi dari koloid digunakan dalam berbagai proses, antara lain:

1)      Pemutihan gula tebu

Gula yang masih berwarna dilarutkan di dalam air, kemudian dialirkan melalui tanah diatomae dan arang tulang. Zat-zat warna dalam gula akan diadsorpsi, sehingga diperoleh gula yang putih bersih.

 

2)      Norit

Norit adalah tablet yang terbuat dari karbon aktif. Di dalam usus, norit membentuk sistem koloid yang dapat mengadsopsi gas atau zat racun.

 

3)      Penjernihan air

Untuk menjernihkan air dapat dilakukan dengan menambahkan tawas (aluminium sulfat). Di dalam air, aluminium sulfat terhidrolisis membentuk Al(OH)3 yang berupa koloid. Koloid Al(OH)3 ini dapat mengadsorpsi zat-zat warna atau zat pencemar dalam air.

 

1.        Koagulasi

Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dengan membentuk endapan. Terjadinya endapan menunjukkan zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisika yang disebabkan oleh pemanasan, pendinginan, dan pengadukan. Proses tersebut mengakibatkan pengurangan jumlah ion atau molekul air di sekeliling partikel koloid. Oleh karena itu, partikel-partikel koloid akan  bergabung membentuk partikel-partikel yang lebih besar sehingga terjadi pengendapan. Koagulasi juga dapat terjadi secara kimia, seperti penambahan elektrolit atau zat-zat kimia dan pencampuran koloid yang berbeda muatan. Partikel-partikel koloid akan berikatan dengan ion-ion yang berlawanan muatannya. Oleh karena itu, muatan partikel koloid menjadi netral kemudian mengendap.

 

Berikut ini beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari:

1)        Pembentukan delta di muara sungai terjadi karena koloid tanah liat dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut.

2)        Penggumpalan karet dalam lateks dengan penambahan asam format.

3)        Penggumpalan lumpur koloidal dalam air dengan penambahan tawas. Sol tanah liat dalam air sungai biasanya bermuatan negatif akan akan digumpalkan oleh ion Al3+ dari tawas.

4)        Penggumpalan asap atau debu dari pabrik atau industri menggunakan alat koagulasi listrik dari Cottrell.

 

2.        Koloid Pelindung

Koloid pelindung adalah suatu jenis koloid yang dapat melindungi koloid lain agar tidak mengalami koagulasi atau penggumpalan. Koloid pelindung membentuk lapisan di sekeliling partikel koloid yang dilindungi. Berbagai macam makanan, obat-obatan, dan hasil industri pada umumnya menggunakan koloid pelindung, misalnya susu. Susu terdiri atas minyak yang terdispersi dalam fase air. Seperti telah diketahui, minyak dan air tidak dapat bercampur. Apabila campuran minyak dan air dikocok, campuran tersebut akan terpisah lagi. Oleh karena itu, dalam susu ditambahkan kasein sebagai koloid pelindung. Kasein akan membentuk lapisan pelindung di  sekitar tetes-tetes kecil dari minyak ketika campuran dikocok sehingga tidak terjadi penggumpalan. Koloid pelindung emulsi disebut emulgator. Berikut ini beberapa contoh lain penggunaan koloid pelindung.

1)        Susu, lemak dalam air susu menjadi stabil karena adanya kasein sebagai emulgator.

2)        Gelatin digunakan untuk mencegah pembentukan kristal besar pada pembuatan es krim.

3)        Cat dan tinta dapat bertahan lama karena menggunakan koloid pelindung.

4)        Zat pengemulsi, seperti sabun dan detergen juga merupakan koloid pelindung.

 

3.        Dialisis

Dialisis adalah suatu cara pemurnian sistem koloid dari ion-ion pengganggu yang menggunakan selaput semipermeabel. Caranya, sistem koloid dimasukkan ke dalam kantong semipermeabel, dan diletakkan dalam air. Selaput semipermeabel ini hanya dapat dilalui oleh ion-ion, sedangkan partikel koloid tidak dapat melaluinya. Ion-ion yang keluar melalui selaput semipermeabel ini kemudian larut dalam air. Dalam proses dialisis hilangnya ion-ion dari sistem koloid dapat dipercepat dengan menggunakan air yang mengalir.

 

Gambar 11. Dialisis

 

Misalnya,  pembuatan sol Fe(OH)3 akan terdapat ion-ion H+ dan Cl-. Ion-ion ini akan mengganggu kestabilan sol Fe(OH)3 sehingga sol Fe(OH)3 mudah mengalami koagulasi. Contoh dialisis dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:

a.         Prinsip ini diterapkan dalam proses cuci darah bagi penderita gagal ginjal,

b.         Proses pemisahan hasil-hasil metabolisme dari darah oleh ginjal.

 

 

1.         Koloid Liofil dan Koloid Liofob

Berdasarkan sifat adsorpsi partikel koloid terhadap medium pendispersi yang berfasa cair, koloid dibedakan menjadi koloid liofil dan koloid liofob. Untuk lebih jelasnya, pelajarilah uraian berikut:

 

a.         Koloid Liofil

Koloid liofil adalah koloid yang senang cairan (bahasa Yunani Iyo berarti cairan; philia artinya senang). Partikel-partikel koloid liofil akan mengadsorpsi molekul cairan sehingga terbentuk selubung di sekeliling partikel koloid. Jika medium pendispersinya air maka disebut hidrofil (senang air). Koloid liofil, misalnya sabun, detergen, kanji, protein, dan agar-agar.

 

Salah satu contoh koloid liofil adalah gel. Gel merupakan koloid hidrofil yang setengah kaku. Gel terjadi di fase terdispersi menyerap banyak sekali medium pendispersi sehingga menjadi sangat kental dan hampir padat. Gel dapat terbentuk dari sol liofil dengan cara menguapkan medium pendispersinya. Selai, dodol, agar-agar merupakan contoh dari gel.

 

b.         Koloid Liofob

Koloid liofob adalah koloid yang benci cairan (phobia artinya benci). Partikel-partikel koloid liofob tidak mengadsorpsi molekul cairan. Jika mediumnya air maka disebut hidrofob (benci air), misalnya sol belerang, sol Fe(OH)3, dan sol logam. Untuk menjaga kestabilan, koloid liofob mengadsorpsi ion atau muatan listrik. Setelah mengadsorpsi ion atau muatan listrik, koloid liofob akan mengalami koagulasi.

 

Tabel Perbedaan Sol Liofil dan Liofob

No

Sol Liofil

Sol Liofob

1

Stabil

Kurang stabil

2

Kekentalan tinggi

Kekentalan rendah

3

Sukar diendapkan dengan penambahan elektrolit

Mudah diendapkan dengan penambahan elektrolit

4

Kurang dapat menunjukkan efek Tyndall dan gerak Brown

Sangat jelas menunjukkan efek Tyndall dan gerak Brown

5

Muatan listrik bergantung pada medium

Muatan listrik tertentu

 

6

Umumnya dapat dibuat dengan cara disperse

Dibuat dengan cara kondensasi

 

7

Dapat dibuat gel

Tidak dapat dibuat gel

8

Terdiri atas zat-zat organik, misalnya lem kanji, tinta, dan sabun

Terdiri atas zat-zat anorganik, misalnya sol emas, sol AgCl, dan sol logam

Tabel 5. Perbedaan Sol Liofil dan Liofob

Contoh pemanfaatan sifat hidrofil dan hidrofob yaitu pada penggunaan sabun atau detergen dalam proses pencucian pakaian.

 

Cara kerja sabun atau detergen:

Dalam membersihkan kotoran yang melekat pada pakaian, kulit atau benda-benda lainnya yang berasal dari debu, keringat, lemak, atau noda minyak dan sebagainya prinsipnya sebagai berikut:

-       Sabun cuci sering disebut juga sabun keras. Contoh: Natrium stearat.

Gambar 12. Sabun

 

-          Molekul sabun atau detergen terdiri dari dua bagian, yaitu:

1)     Bagian “ekor” adalah rantai hidrokarbon (sebagai bagian molekul yang tidak suka dengan air/ hidrofob) mempunyai sifat mudah bercampur dengan lemak atau minyak.

 

2)       Bagian “kepala” bersifat hidrofil (mudah bercampur dengan air).

-          Mula-mula bagian “ekor” masuk dalam kotoran atau lemak, sedangkan bagian “kepala” ditarik oleh molekul air, maka kotoran pakaian dikelilingi molekul sabun dan lepas dari pakaian kemudian masuk ke dalam air.

 Gambar 13. Cara kerja sabun mengangkat kotoran pada kain

 

 

1.    Cara Pembuatan Koloid

Pembuatan sistem koloid terbagi atas 4 bagian: cara kondensasi, cara dispersi dan cara asosiasi.

1.    Cara Kondensasi

Dengan cara kondensasi, partikel larutan sejati (molekul dan ion) bergabung menjadi partikel koloid. Cara ini dapat dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks, reaksi hidrolisis, reaksi dekomposisi rangkap dan reaksi penggantian pelarut.

a.    Reaksi redoks

Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi.

Contoh:

Pembuatan sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida (H2S) dengan belerang dioksida (SO2), yaitu dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan SO2.

2H2S(g) + SO2(aq) → 2H2O(l) + 3S(koloid)

 

b.      Reaksi hidrolisis

Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air.

 

 

Contoh:

Pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3. Apabila ke dalam air mendidih ditambahkan FeCl3, akan terbentuk sol Fe(OH)3.

FeCl3(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH)3(koloid) +  3HCl(aq)

 

c.       Dekomposisi Rangkap

Pembuatan koloid dengan cara dekomposisi rangkap adalah pembuatan sol As2S3 dan sol AgCl.

Contoh 1 :

Sol As2S3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan H3AsO3 dengan larutan H2S.

2H3AsO3(aq) + 3H2S(aq) → As2S3(koloid) + 6H2O(l)

 

Contoh 2 :

Sol AgCl dapat dibuat dengan mencampurkan  larutan perak nitrat encer dengan larutan HCl encer.

AgNO3(aq) + HCl(aq) → AgCl(koloid) + HNO3(aq)

 

d.      Penggantian pelarut

Selain dengan cara-cara kimia seperti sebelumnya, koloid juga dapat terbentuk dengan penggantian pelarut.

Contoh : Apabila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol akan terbentuk suatu koloid berupa gel.

  

 

2.      Cara Dispersi

Pembuatan koloid dengan cara dispersi dilakukan dengan cara memecah partikel kasar menjadi partikel koloid.

a.       Cara Mekanik

Pembuatan koloid dengan cara mekanik dilakukan dengan menggerus partikel kasar di dalam lumpang atau penggiling koloid hingga diperoleh kehalusan pada tingkat tertentu.

Contoh :

Sol belerang dapat di buat dengan menggerus serbuk belerang bersams-sama dengan suatu zat inert (seperti gula dan pasir), kemudian mencampur serbuk halus itu denga air.

 

b.    Cara Peptisasi

Pembuatan koloid dengan cara peptisasi dilakukan dengan memecah butir-butir kasar dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah).

Contoh :

Agar-agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin, dan lain-lain. Endapan NiS dipeptisasi H2S dan endapan Al(OH)3 oleh AlCl3

c.    Cara busur Bredig

Cara busur bredig banyak digunakan untuk membuat sol logam. Logam yang akan di buat sol dijadikan sebagai elektrode yang dicelupkan kedalam medium pendispersi dan diberi aliran listrik di antara elektrodenya. Karena diberi aliran listrik, atom-atom logam terdampar ke dalam medium pendispersi. Selanjutnya atom-atom itu mengalami kondensasi hingga membentuk koloid.

Gambar 14. Pembuatan sol logam dengan busur Bredig

 

 

 

a.    Homogenisasi

Pembuatan koloid dengan homogenisasi dilakukan dengan mesin khusus. Misalnya, pembuatan susu kental manis yang bebas kasein dan pembuatan obat. Susu kental manis itu dibuat dengan mencampurkan serbuk susu skim ke dalam air di dalam mesin homogenisasi. Akibatnya, partikel-partikel susu akan berubah menjadi seukuran partikel koloid. Demikian juga dengan pembuatan emulsi obat yang dilakukan di pabrik.

 

3.      Koloid  Asosiasi

Berbagai jenis zat, seperti sabun dan detergen, larut dalam air tetapi tidak membentuk larutan, melainkan koloid. Molekul sabun dan detergen terdiri atas bagian yang polar (disebut kepala) dan bagian yang nonpolar (disebut ekor).

Gambar 15.  Larutan sabun merupakan koloid asosiasi. Skema cara kerja detergen: (a) kotoran atau bercak lemak pada bahan cucian; (b) molekul sabun atau detergen menarik kotoran dengan gugus nonpolarnya; (c) kotoran mulai terangkat; (d) kotoran didispersikan dalam air.

Bagian ini sudah dijelaskan pada subbab koloid liofob dan liofil.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar